Minggu, 20 Maret 2011

TUBERCULOSIS - AN AIR BORNE DISEASE

Oleh: Anisa Nur Jannah (E2A009122/ Reguler 1 2009)
Guna melengkapi tugas mata kuliah Dasar Pemberantasan Penyakit


DEFINISI
Tuberkulosis (TBC) adalah contoh lain infeksi saluran nafas bawah. Penyakit ini disbabkan oleh mikro organisme Mycobacterium Tuberculosis, yang biasanya ditularkan melalui inhalasi pericikan ludah (droplet), orang ke orang, dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus. Kuman juga dapat masuk ke tubuh melalui saluran cerna, melalui ingesti susu tercemar yang dipasteurisasi, atau kadang-kadang melalui lesi kulit.

Tuberkulosis menunjukkan penyakit yang paling sering disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, tetapi kadang disebabkan oleh M.bovis atau M.africanum. Bakteri lainnya menyebabkan penyakit yang menyerupai tuberkulosis, tetapi tidak menular dan sebagian besar memberikan respon yang buruk terhadap obat-obatan yang sangat efektif mengobati tuberkulosis.

Sistem kekebalan seseorang yang terinfeksi oleh tuberkulosis biasanya menghancurkan bakteri atau menahannya di tempat terjadinya infeksi. Kadang bakteri tidak dimusnahkan tetapi tetap berada dalam bentuk tidak aktif (dorman) di dalam makrofag (sejenis sel darah putih) selama bertahun-tahun.

ETIOLOGI
Penyebab TB paru adalah Mycobacterium Tuberculosis sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 mm, tebal 0,3-0,6 mm sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak/lipid. Lipid ini yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam. Sifat kuman ini adalah aerob dan tidak tahan terhadap sinar matahari. Ada beberapa jenis kuman ini yang patogenik.

Di luar tubuh manusia, kuman Mycobacterium tuberculosa hidup baik pada lingkungan yang lembab akan tetapi tidak tahan terhadap sinar matahari (Depkes RI, 2002; Notoatmodjo, 2003; Salvato, J dalam Lubis, 1989; Supraptini, dkk, 1999; Prihardi, 2002). Mycobacterium tuberculosa mempunyai panjang 1-4 mikron dan lebar 0,2-0,8 mikron. Kuman ini melayang diudara dan disebut droplet nuclei (Girsang, 1999).

Menurut Atmosukarto (2000), kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup pada tempat yang sejuk, lembaba, gelap tanpa sinar matahari sampai bertahun-tahun lamanya. Tetapi kuman tuberkulosis akan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol, karbol dan panas api (Atmosukarto & Soewasti, 2000). Menurut Girsang (1999), kuman tuberkulosis jika terkena cahaya matahari akan mati dalam waktu 2 jam, selain itu kuman tersebut akan mati oleh tinctura iodi selama 5 menit dan juga oleh ethanol 80 % dalam waktu 2 sampai 10 menit serta oleh fenol 5 % dalam waktu 24 jam.

Menurut Gould & Brooker (2003), bakteri Mycobacterium tuberculosa memiliki rentang suhu yang disukai. Mycobacterium tuberculosa merupakan bakteri mesofilik yang tumbuh subur dalam rentang 25 – 40 C, tetapi akan tumbuh secara optimal pada suhu 31-37 C.

Tuberkulosis ditularkan melalui udara yang terkontaminasi oleh bakteri M. tuberculosis. Udara terkontaminasi oleh bakteri karena penderita tuberkulosis aktif melepaskan bakteri melalui batuk dan bakteri bisa bertahan dalam udara selama beberapa jam.

Janin bisa tertular dari ibunya sebelum atau selama proses persalinan karena menghirup atau menelan cairan ketuban yang terkontaminasi. Bayi bisa tertular karena menghirup udara yang mengandung bakteri. Di negara-negara berkembang, anak-anak terinfeksi oleh mikobakterium lainnya yang menyebabkan tuberkulosis. Organisme ini disebut M. bovis, yang bisa disebarkan melalui susu yang tidak disterilkan.

Sekitar 80% infeksi tuberkulosis terjadi akibat pengaktivan kembali bakteri yang dorman. Bakteri yang tinggal di dalam jaringan parut akibat infeksi sebelumnya (biasanya di puncak salah satu atau kedua paru-paru) mulai berkembangbiak. Pengaktivan bakteri dorman ini bisa terjadi jika sistem kekebalan penderita menurun (misalnya karena AIDS, pemakaian kortikosteroid atau lanjut usia). Biasanya seseorang yang terinfeksi oleh tuberkulosis memiliki peluang sebesar 5% untuk mengalami suatu infeksi aktif dalam waktu 1-2 tahun.
Perkembangan tuberkulosis pada setiap orang bervariasi, tergantung kepada berbagai faktor: 
  • Suku : tuberkulosis berkembang lebih cepat pada orang kulit hitam dan penduduk asli Amerika.
  • Sistem kekebalan : infeksi aktif lebih sering dan lebih cepat terjadi pada penderita AIDS. Penderita AIDS memiliki peluang sebesar 50% untuk menderita infeksi aktif dalam waktu 2 bulan. Jika bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik, maka kemungkinan meninggal pada penderita AIDS dan tuberkulosis dalam waktu 2 bulan adalah sebesar 50%.

Tuberkulosis aktif biasanya dimulai di paru-paru (tuberkulosis pulmoner). Tuberkulosis yang menyerang bagian tubuh lainnya (tuberkulosis ekstrapulmoner) biasanya berasal dari tuberkulosis pulmoner yang telah menyebar melalui darah. Infeksi bisa tidak menyebabkan penyakit, tetapi bakteri tetap hidup dorman di dalam jaringan parut yang kecil.
EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai « Global Emergency ». Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah pendduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk.

Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.

Penderita Tuberkulosis di Indonesia saat ini mencapai sekitar 299 ribu orang. Demikian disampaikan Kepala Seksi Bimbingan dan Evaluasi Dikrektorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Dr Asik Surya, Jumat, 17 Desember 2010 di Jakarta.

Kasus Tuberkulosis ini banyak ditemukan di daerah Indonesia bagian Timur seperti Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku. Menurut Dr. Asik hal ini disebabkan infrastruktur dan petugas kesehatan yang belum memadai dan juga faktor geografis. Untuk itu, Kementerian Kesehatan melakukan percepatan pembangunan kesehatan di wilayah-wilayah tersebut untuk menangani masalah penyakit menular itu.

Meskipun saat ini penderita Tuberkulosis di Indonesia sekitar 299 ribu orang, namun jumlah ini telah menurun dari tahun-tahun sebelumnya. Hal itu disampaikan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama.

Berdasarkan Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2007 jumlah penderita Tuberkulosis di Indonesia sekitar 528 ribu atau berada di posisi tiga di dunia setelah India dan Tiongkok. Sementara tahun 2009 peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TB sebesar 429 ribu orang.

Menurut penelitian Atmosukarto dari Litbang Kesehatan (2000), didapatkan data bahwa : 
  1. Rumah tangga yang penderitanya mempunyai kebiasaan tidur dengan balita mempunyai resiko 2,8 kali terkena tuberkulosis dibanding dengan yang tidur terpisah,
  2. Tingkat penularan tuberkulosis di lingkugan keluarga penderita cukup tinggi, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya; 
  3. Besar resiko terjadinya penularan untuk rumah tangga dengan penderita lebih dari 1 orang adalah 4 kali dibanding rumah tangga dengan hanya 1 orang penderita tuberkulosis. 
Manusia merupakan reservoar untuk penularan kuman Mycobacterium tuberculosa (Gibson, 1996; Tambajong, 2000; Atmosukarto, 2000). Kuman tuberkulosis menular melalui droplet nuclei. Seorang penderita tuberkulosis dapat menularkan pada 10-15 orang (Depkes RI, 2002). Menurut penelitian pusat ekologi kesehatan (1991), menunjukkan tingkat penularan tuberkulosis di lingkungan keluarga penderita cukup tinggi, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya. Di dalam rumah dengan ventilasi baik, kuman ini dapat hilang terbawa angin dan akan lebih baik lagi jika ventilasi ruangannya menggunakan pembersih udara yang bisa ”menangkap” kuman TB (Atmosukarto & Soeswati, 2000).

Tjandra Yoga yakin dengan terus menurunnya jumlah penderita Tuberkulosis, Indonesia akan berhasil mencapai tujuan pembangunan Millenium (MDGs) yang salah satunya memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya termasuk Tuberkulosis.

PATOGENESIS
A. TUBERKULOSIS PRIMER
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
  • Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya .
  • Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
  • Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan 
  • Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
    - Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau
    - Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.
B. TUBERKULOSIS PASCA-PRIMER
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15- 40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
  1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat
  2. Sarang tadi mula mula meluas, tetapi segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
  3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini : 
    • Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan diatas
    • Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.
    • Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).


Masalah Tuberkulosis di dunia 
  • Mycobacterium tuberkulosis telah menginfeksi sepertiga pendudiuk dunia.
  • Pada Tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC karena pada sebagian besar negara di dunia, penyakit TBC tidak terkendali, ini disebabkan banyaknya penderita yang tidah berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif).
  • Pada tahun 1995 diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru TBC dengan kematian 3 juta orang (WHO, Treatment of Tuberculosis, Guidelines of National Programme 1997) Di negara-negara berkembang, kematian TBC merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah Diperkirakan 95% penderita TBC berada di negara berkembang 75% penderita TBC adalah kelompok usia produktif (15- 50 tahun).
  • Munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia, diperkirakan penderita TBC akan meningkat.
  • Kematian wanita karena TBC lebih banyak daripada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas (WHO).
Masalah Tuberkulosis di Indonesia 
  • Penyakit TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat :Tahun 1995, hasil survei kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah Penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi.
  • Tahun 1999, WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TBC dengan kematian karena TBC sekitar 140.000 secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita Baru TBC paru BTA positif.
  • Penyakit TBC menyerang sebagian besar kelompok usia kerja belum dapat menjangkau seluruh Puskesmas. Demikian juga Rumah Sakit Pemerintah, Swasta dan unit pelayanan kesehatan lainnya.
  • Tahun 1995–1998 cakupan penderita TBC dengan strategi DOTS baru mencapai sekitar 10% dan error rate pemeriksaan laboratorium belum dihitung dengan baik meskipun cure rate lebih besar dari 85% .
  • Penatalaksanaan penderita dan sistim pencatatan pelaporan belum seragam disemua unit pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
  • Pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak lengkap dimasa lalu, diduga telah menimbulkan kekebalan ganda kuman TBC terhadap obat Anti–tuberkulosis (OAT) atau Multi Drug Resistance (MDR).
STRATEGI PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS
A. Paradigma Sehat
1. Meningkatkan penyuluhan untuk menemukan kontak sedini mungkin serta meningkatkan cakupan Program.
2. Promosi Kesehatan dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat.
3. Perbaikan perumahan serta peningkatan status gizi pada kondisi tertentu.

B. Strategi DOTS, sesuai rekomendasi WHO, terdiri atas 5 komponen
1. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana.
2. Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
3. Pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas menelan obat (PMO)
4. Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.
5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TBC.

C. Peningkatan mutu pelayanan
1. Pelatihan seluruh tenaga pelaksana.
2. Ketepatan diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik.
3. Kualitas laboratorium diawasi melalui pemeriksaan uji silang (cross check)
4. Untuk menjaga kualitas pemeriksaan laboratorium, dibentuklah KPP (kelompok Puskesmas Pelaksana) terdiri dari 1 (satu) PRM (Puskesmas Rujukan Mikroskopik) dan beberapa PS (Puskesmas Satelit) Untuk daerah dengan geografis sulit dapat dibentuk PPM (Puskesmas Pelaksana Mandiri).
5. Ketersediaan OAT bagi semua penderita TBC yang ditemukan.
6. Pengawasan kualitas OAT dilaksanakan secara berkala dan terus menerus.
7. Keteraturan menelan obat sehari-hari diawasi oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) keteraturan pengobatan tetap merupakan tanggung jawab petugas kesehatan.
8. Pencatatan dan pelaporan dilaksanakan dengan teratur, lengkap dan benar.

D. Pengembangan program dilakukan secara bertahap ke seluruh UPK.
E. Peningkatan kerjasama dengan semua pihak melalui kegiatan advokasi diseminasi informasi dengan memperhatikan peran masing-masing.
F. Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program meliputi : Perencanaan pelaksana monotoring dan evaluasi serta mengupayakan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana).
G. Kegiatan penelitian dan pengembangan dilaksanakan dengan melibatkan semua unsur terkait.
H. Memperhatikan komitmen internasional.

Sumber :
  1. Atmosukarto dan Sri Soewasti. 2000. Pengaruh Lingkungan Pemukiman dalam Penyebaran Tuberkulosis. Jakarta: Media Litbang Kesehatan, Vo. 9 (4),
  2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta
  3. Gibson, J.M. 1996. Mikrobiologi dan Patologi Modern untuk Perawat. Jakarta: EGC
  4. Girsang, M. 1999. Kesalahan-kesalahan dalam Pemeriksaan Sputum BTA pada Program Penanggulangan TB terhadap Beberapa Pemeriksaan dan Identifikasi Penyakit TBC. Jakarta: Media Litbang Kesehatan Vo. IX No. 3 tahun 1999.
  5. Lubis, P. 1989. Perumahan Sehat. Jakarta: Depkes RI
  6. Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta
  7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2002. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia
  8. Prihardi, D. 2002. Ancaman Masa Depan Anak Indonesia. Browsing at http//www.depkes.com on August 30, 2004.
  9. Supraptini, dkk. 1999. Pemeriksaan Bakteriologik Lingkungan Rumah Sakit Tuberculosa Pari Cisarua Bogor. Jakarta: Media litbang Kesehatan Vol. IX No.3 tahun 1999
  10. Tambajong, J. 2000. Mikrobiologi untuk Keperawatan. Jakarta: Widya Medika
  11. http://medicastore.com/penyakit/69/Tuberkulosis_TBC.html
  12. http://forum.ciremai.com/index.php?option=com_content&view=article&id=6:tuberkulosis&catid=7:keperawatan-medikal-bedah&Itemid=20
  13. http://www.maiwanews.com/berita/penderita-tuberkulosis-di-indonesia-capai-299-ribu-orang/




Tidak ada komentar:

Posting Komentar