Sabtu, 16 Oktober 2010

tugas Epidemiologi dan Peranannya Dalam Pemecahan Masalah Kesehatan di Masyarakat


Epidemiologi dan peranannya di dalam pemecahan masalah 
kesehatan di masyarakat

                Dalam tulisan saya ini, saya akan membahas satu per satu mulai dari pengertian epidemiologi hingga peranannya dalam pemecahan masalah kesehatan di masyarakat.
                Dilihat dari berbagai defenisi epidemiologi yang telah dibuat oleh para ahli, maka dapat diketahui bahwa asal kata epidemiologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti ilmu yang mempelajari hal-hal yang terjadi pada masyarakat. (Epi = pada atau tentang, Demos = penduduk, Logos = ilmu). Dan saat ini epidemiologi dipahami sebagai ilmu yang mempelajari tentang frekwensi dan penyebaran masalah kesehatan pada kelompok manusia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Kita juga dapat mengetahui defenisi lama tentang epidemiologi yang mengatakan bahwa epidemiologi sebagai ilmu yang mempelajari penyebaran atau perluasan suatu penularan penyakit di dalam suatu kelompok penduduk masyarakat.
Definisi epidemiologi lainnya ialah ilmu yang mempelajari tentang sifat, penyebab, pengendalian dan faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan distribusi penyakit, kecacatan dan kematian dalam populasi manusia. Epidemiologi juga meliputi pemberian ciri pada distribusi status kesehatan, penyakit atau kesehatan masyarakat lainnya berdasarkan usia, jenis kelamin, ras, geografi, agama, pendidikan, pekerjaan, perilaku, waktu, tempat, orang dan sebagainya.
Dari pendapat para ahli mengenai pengertian epidemiologi, dapat disimpulkan kegunaan-kegunaan kita mempelajari epidemiologi tersebut adalah :
a. Memperoleh pengertian mengenai cara timbulnya penyakit trauma.
b. Memperoleh pengertian mengenai riwayat alamiah penyakit.
c. Memperoleh pengertian mengenai penyebaran penyakit pada berbagai kelompok masyarakat.
Apa pokok-pokok yang dapat kita ambil dari pengertian epidemiologi ?
1.       Frekwensi masalah kesehatan.
2.       Penyebaran masalah kesehatan.
3.       Faktor-faktor yang mempengaruhi.

Secara sederhana, studi epidemiologi dapat dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut :
1. Epidemiologi deskriptif, yaitu Cross Sectional Study/studi potong lintang/studi prevalensi atau survei.
2. Epidemiologi analitik : terdiri dari :
a. Non eksperimental :
1) Studi kohort / follow up / incidence / longitudinal / prospektif studi. Kohort diartiakan sebagai sekelompok orang. Tujuan studi mencari akibat (penyakitnya).
2) Studi kasus kontrol/case control study/studi retrospektif. Tujuannya mencari faktor penyebab penyakit.
3) Studi ekologik. Studi ini memakai sumber ekologi sebagai bahan untuk penyelidikan secara empiris faktor resiko atau karakteristik yang berada dalam keadaan konstan di masyarakat. Misalnya, polusi udara akibat sisa pembakaran BBM yang terjadi di kota-kota besar.
b. Eksperimental. Dimana penelitian dapat melakukan manipulasi/mengontrol faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil penelitian dan dinyatakan sebagai tes yang paling baik untuk menentukan cause and effect relationship serta tes yang berhubungan dengan etiologi, kontrol, terhadap penyakit maupun untuk menjawab pertanyaan masalah ilmiah lainnya. Studi eksperimen dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :
1. Clinical Trial. Contoh :
a) Pemberian obat hipertensi pada orang dengan tekanan darah tinggi untuk mencegah terjadinya stroke.
b) Pemberian Tetanus Toxoid pada ibu hamil untuk menurunkan frekuensi Tetanus Neonatorum.
2. Community Trial. Contoh : Studi Pemberian zat flourida pada air minum.

Peranan epidemiologi
Dari kemampuan epidemiologi untuk mengetahui distribusi dan faktor-faktor penyebab masalah kesehatan dan mengarahkan intervensi yang diperlukan maka epidemiologi diharapkan mempunyai peranan dalam bidang kesehatan masyarakat berupa :
a. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya penyakit atau masalah kesehatan dalam masyarakat.
b. Menyediakan data yang diperlukan untuk perencanaan kesehatan dan mengambil keputusan.
c. Membantu melakukan evaluasi terhadap program kesehatan yang sedang atau telah dilakukan.
d. Mengembangkan metodologi untuk menganalisis keadaan suatu penyakit dalam upaya untuk mengatasi atau menanggulanginya.
e. Mengarahkan intervensi yang diperlukan untuk menanggulangi masalah yang perlu dipecahkan.

Kasus Masalah Kesehatan di Masyarakat
1.       Demam Berdarah Dengue (DBD)
Saya mengambil kasus ini dari data penelitian terhadap wilayah di kota Palu. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Jumlah kasus yang dilaporkan cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas tiap tahunnya.
                Studi epidemiologi mengenai kasus ini bertujuan untuk mengetahui distribusi epidemiologi kejadian kasus DBD di kecamatan Palu Selatan berdasarkan karakteristik orang, tempat, dan waktu serta melakukan pemetaan distribusi spasial kejadian kasus DBD dengan pendekatan sistem informasi geografi (SIG) di kecamatan Palu Selatan. Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 3 tahun di kota Palu, sehingga data yang didapat terbukti valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
                Hasil dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut : distribusi penderita DBD terbanyak laki-laki (52,48%), umur penderita terbanyak <15 tahun (46,60%), wilayah yang terbanyak penderita kelurahan Lolu Selatan (15,41%), waktu kejadian tertinggi terjadi pada bulan Mei s/d September. Terdapat 9 cluster kejadian DBD di kelurahan Tatura Utara dan kelurahan Tanamodindi. Diperoleh hubungan kepadatan penduduk dengan kejadian DBD (p = 0,0049881), suhu udara (25,30C - 28,10C) dan kelembaban udara (71,3% - 79,7%), diperoleh hubungan Angka Bebas Jentik (ABJ) dengan kejadian DBD di kecamatan Palu Selatan (p = 0,4623282).
                Dari hasil penelitian yang didapat, maka dapat disimpulkan bahwa laki-laki lebih banyak beraktifitas daripada perempuan, penderita DBD lebih banyak pada usia anak sekolah, kelurahan Lolu Selatan di kota Palu memiliki kepadatan penduduk dan mobilisasi penduduk yang tinggi, peningkatan kasus terjadi pada waktu musim penghujan yaitu bulan April s/d Oktober, adanya pengelompokkan kasus penderita DBD di kelurahan Tatura Utara dan kelurahan Tanamodindi, kepadatan penduduk sangat berhubungan positif dengan kejadian DBD, suhu dan kelembaban sangat mendukung dalam perkembangbiakan vektor penular penyakit DBD yang menyebabkan peningkatan penderita DBD dari tahun ke tahun, ABJ tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian penyakit DBD.

2.       Peranan epidemiologi dalam Keluarga Berencana
Peranan epidemiologi, khususnya dalam konteks program Kesehatan dan Keluarga Berencana adalah sebagai tool (alat) dan sebagai metode atau pendekatan. Epidemiologi sebagai alat diartikan bahwa dalam melihat suatu masalah KB-Kes selalu mempertanyakan siapa yang terkena masalah, di mana dan bagaimana penyebaran masalah, serta kapan penyebaran masalah tersebut terjadi.
Demikian pula pendekatan pemecahan masalah tersebut selalu dikaitkan dengan masalah, di mana atau dalam lingkungan bagaimana penyebaran masalah serta bilamana masalah tersebut terjadi.

3.       Epidemiologi bibir sumbing
Epidemiologi bibir sumbing ialah ilmu yang mempelajari tentang sifat, penyebab, pengendalian dan factor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan distribusi penyakit, kecacatan, dan kematian akibat bibir sumbing dalam populasi manusia.
Pada epidemiologi terdapat sejumlah pertanyaan penting yang harus selalu diingat, yaitu sebagai berikut :
- What : Apakah sebenarnya yang terjadi (atau kejadian apa)?
- Where : Di mana kasus bibir sumbing terjadi atau berlangsung? Lokasinya dimana?
- When : Kapan penyakit bibir sumbing tersebut terjadi? Apakah insidental, sepanjang tahun, atau pada waktu-waktu tertentu?
- Who : Siapakah yang terkena kecelakaan tersebut? Bagaimana dengan umur dan jenis kelaminnya? Apakah ia pejalan kaki, pengemudi atau penumpang kendaraan?
- Why : Mengapa kasus vivir sumbing dapat terjadi ?
- How : Bagaimana cara menanggulangi penyakit bibir sumbing tersebut? Bagaimana cara pencegahannya ? Dan lain sebagainya.

                Penyebab terjadinya labioschisis belum diketahui dengan pasti. Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa labioschisis muncul sebagai akibat dari kombinasi faktor genetik dan factor-faktor lingkungan. Kemungkinan seorang bayi dilahirkan dengan labioschisis meningkat bila keturunan garis pertama (ibu, ayah, saudara kandung) mempunyai riwayat labioschisis. Ibu yang mengkonsumsi alcohol dan narkotika, kekurangan vitamin (terutama asam folat) selama trimester pertama kehamilan, atau menderita diabetes akan lebih cenderung melahirkan bayi/ anak dengan labioschisis.
                Cara menyusui bagi ibu yang memiliki anak dengan bibir sumbing:
a.  Memberi tahu ibu kepentingan ASI untuk bayinya,
b. Usaha untuk menutup celah atau sumbing bibir agar bayi dapat memegang puting dan areola dalam mulutnya waktu menyusui (jari ibu atau plak gigi yg khusus atau obturator), kadang-kadang payudara ibu menutup celah itu.
c. Memerah susu dan memberikan kepada anaknya menggunakan cangkir atau sendok teh.

Berdasarkan Pikiran Rakyat On Line tanggal 1 Juni 2009, disebutkan bahwa jumlah penderita bibir sumbing atau celah bibir di Indonesia bertambah 3.000-6.000 orang setiap tahun atau satu bayi setiap 1.000 kelahiran adalah penderita bibir sumbing.
Berdasarkan data dari Yayasan Pembina Penderita Celah Bibir dan Langit-Langit (YPPCBL) kepada Radar Bandung tahun 2008, bahwa sejak tahun 1979 sampai tahun 2008 operasi dan perawatan bibir sumbing mencapai 11.472 di seluruh Indonesia atau 395 orang per tahun.RADARBANDUNG Sedangkan pada tahun 2009 Ketua Pengurus YPPCBL kepada harian Kompas menyatakan bahwa saat ini diperkirakan jumlah penderita bertambah 6.000-7.000 kasus per tahun. Namun, karena berbagai macam kendala, jumlah penderita yang bisa dioperasi jauh dari ideal. Hanya 1.000-1.500 pasien per tahun yang mendapat kesempatan menjalani operasi.
Pencegahannya dapat dilakukan dengan cara-cara mudah, yaitu sebagai berikut :
1.       Menghidari merokok
Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan terbaik yang telah dipelajari untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang menggunakan tembakau selama kehamilan secara konsisten terkait dengan peningkatan resiko terjadinya celah-celah orofacial.
2.       Menghindari alkohol
Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi tumbuh kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan memiliki hubungan dengan terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada sindrom alkohol fetal (fetal alcohol syndrome).
3.       Memperbaiki nutrisi ibu
Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan sangat penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur kraniofasial yang normal dari fetus. Nutrisi-nutrisi yang penting dan dibutuhkan seorang ibu saat hamil antara lain asam folat, vitamin B-6 dan vitamin A.
4.       Modifikasi pekerjaan
Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar menyerankan bahwa ada hubungan antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil (pegawai kesehatan, industri reparasi, pegawai agrikulutur). Maka sebaiknya pada wanita hamil lebih baik mengurangi jenis pekerjaan yang terkait. Pekerjaan ayah dalam industri cetak, seperti pabrik cat, operator motor, pemadam kebakaran atau bertani telah diketahui meningkatkan resiko terjadinya celah orofasial.
5.       Suplemen nutrisi

Bibir sumbing merupakan penyakit cacat bawaan. Penyebabnya terjadinya bibir sumbing ialah multifaktorial, seperti genetik, nutrisi, lingkungan, bahkan sosial ekonomi. Jumlah penderita bibir sumbing di Indonesia bertambah 3.000-6.000 setiap tahun atau 1 bayi setiap 1.000 kelahiran. Namun, jumlah total penderita bibir sumbing di Indonesia belum diketahui secara pasti. Penderita bibir sumbing dapat diperbaiki dengan jalan operasi, namun memerlukan biaya yang besar, sedangkan kesempatan penderita yang menjalani operasi setiap tahunnya hanya sekitar 1.500 orang, angka ini masih jauh dari idealnya sehingga tindakan-tindakan pencegahan sebaiknya lebih diutamakan.