Minggu, 20 Maret 2011

TUBERCULOSIS - AN AIR BORNE DISEASE

Oleh: Anisa Nur Jannah (E2A009122/ Reguler 1 2009)
Guna melengkapi tugas mata kuliah Dasar Pemberantasan Penyakit


DEFINISI
Tuberkulosis (TBC) adalah contoh lain infeksi saluran nafas bawah. Penyakit ini disbabkan oleh mikro organisme Mycobacterium Tuberculosis, yang biasanya ditularkan melalui inhalasi pericikan ludah (droplet), orang ke orang, dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus. Kuman juga dapat masuk ke tubuh melalui saluran cerna, melalui ingesti susu tercemar yang dipasteurisasi, atau kadang-kadang melalui lesi kulit.

Tuberkulosis menunjukkan penyakit yang paling sering disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, tetapi kadang disebabkan oleh M.bovis atau M.africanum. Bakteri lainnya menyebabkan penyakit yang menyerupai tuberkulosis, tetapi tidak menular dan sebagian besar memberikan respon yang buruk terhadap obat-obatan yang sangat efektif mengobati tuberkulosis.

Sistem kekebalan seseorang yang terinfeksi oleh tuberkulosis biasanya menghancurkan bakteri atau menahannya di tempat terjadinya infeksi. Kadang bakteri tidak dimusnahkan tetapi tetap berada dalam bentuk tidak aktif (dorman) di dalam makrofag (sejenis sel darah putih) selama bertahun-tahun.

ETIOLOGI
Penyebab TB paru adalah Mycobacterium Tuberculosis sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 mm, tebal 0,3-0,6 mm sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak/lipid. Lipid ini yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam. Sifat kuman ini adalah aerob dan tidak tahan terhadap sinar matahari. Ada beberapa jenis kuman ini yang patogenik.

Di luar tubuh manusia, kuman Mycobacterium tuberculosa hidup baik pada lingkungan yang lembab akan tetapi tidak tahan terhadap sinar matahari (Depkes RI, 2002; Notoatmodjo, 2003; Salvato, J dalam Lubis, 1989; Supraptini, dkk, 1999; Prihardi, 2002). Mycobacterium tuberculosa mempunyai panjang 1-4 mikron dan lebar 0,2-0,8 mikron. Kuman ini melayang diudara dan disebut droplet nuclei (Girsang, 1999).

Menurut Atmosukarto (2000), kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup pada tempat yang sejuk, lembaba, gelap tanpa sinar matahari sampai bertahun-tahun lamanya. Tetapi kuman tuberkulosis akan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol, karbol dan panas api (Atmosukarto & Soewasti, 2000). Menurut Girsang (1999), kuman tuberkulosis jika terkena cahaya matahari akan mati dalam waktu 2 jam, selain itu kuman tersebut akan mati oleh tinctura iodi selama 5 menit dan juga oleh ethanol 80 % dalam waktu 2 sampai 10 menit serta oleh fenol 5 % dalam waktu 24 jam.

Menurut Gould & Brooker (2003), bakteri Mycobacterium tuberculosa memiliki rentang suhu yang disukai. Mycobacterium tuberculosa merupakan bakteri mesofilik yang tumbuh subur dalam rentang 25 – 40 C, tetapi akan tumbuh secara optimal pada suhu 31-37 C.

Tuberkulosis ditularkan melalui udara yang terkontaminasi oleh bakteri M. tuberculosis. Udara terkontaminasi oleh bakteri karena penderita tuberkulosis aktif melepaskan bakteri melalui batuk dan bakteri bisa bertahan dalam udara selama beberapa jam.

Janin bisa tertular dari ibunya sebelum atau selama proses persalinan karena menghirup atau menelan cairan ketuban yang terkontaminasi. Bayi bisa tertular karena menghirup udara yang mengandung bakteri. Di negara-negara berkembang, anak-anak terinfeksi oleh mikobakterium lainnya yang menyebabkan tuberkulosis. Organisme ini disebut M. bovis, yang bisa disebarkan melalui susu yang tidak disterilkan.

Sekitar 80% infeksi tuberkulosis terjadi akibat pengaktivan kembali bakteri yang dorman. Bakteri yang tinggal di dalam jaringan parut akibat infeksi sebelumnya (biasanya di puncak salah satu atau kedua paru-paru) mulai berkembangbiak. Pengaktivan bakteri dorman ini bisa terjadi jika sistem kekebalan penderita menurun (misalnya karena AIDS, pemakaian kortikosteroid atau lanjut usia). Biasanya seseorang yang terinfeksi oleh tuberkulosis memiliki peluang sebesar 5% untuk mengalami suatu infeksi aktif dalam waktu 1-2 tahun.
Perkembangan tuberkulosis pada setiap orang bervariasi, tergantung kepada berbagai faktor: 
  • Suku : tuberkulosis berkembang lebih cepat pada orang kulit hitam dan penduduk asli Amerika.
  • Sistem kekebalan : infeksi aktif lebih sering dan lebih cepat terjadi pada penderita AIDS. Penderita AIDS memiliki peluang sebesar 50% untuk menderita infeksi aktif dalam waktu 2 bulan. Jika bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik, maka kemungkinan meninggal pada penderita AIDS dan tuberkulosis dalam waktu 2 bulan adalah sebesar 50%.

Tuberkulosis aktif biasanya dimulai di paru-paru (tuberkulosis pulmoner). Tuberkulosis yang menyerang bagian tubuh lainnya (tuberkulosis ekstrapulmoner) biasanya berasal dari tuberkulosis pulmoner yang telah menyebar melalui darah. Infeksi bisa tidak menyebabkan penyakit, tetapi bakteri tetap hidup dorman di dalam jaringan parut yang kecil.
EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai « Global Emergency ». Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah pendduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk.

Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.

Penderita Tuberkulosis di Indonesia saat ini mencapai sekitar 299 ribu orang. Demikian disampaikan Kepala Seksi Bimbingan dan Evaluasi Dikrektorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Dr Asik Surya, Jumat, 17 Desember 2010 di Jakarta.

Kasus Tuberkulosis ini banyak ditemukan di daerah Indonesia bagian Timur seperti Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku. Menurut Dr. Asik hal ini disebabkan infrastruktur dan petugas kesehatan yang belum memadai dan juga faktor geografis. Untuk itu, Kementerian Kesehatan melakukan percepatan pembangunan kesehatan di wilayah-wilayah tersebut untuk menangani masalah penyakit menular itu.

Meskipun saat ini penderita Tuberkulosis di Indonesia sekitar 299 ribu orang, namun jumlah ini telah menurun dari tahun-tahun sebelumnya. Hal itu disampaikan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama.

Berdasarkan Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2007 jumlah penderita Tuberkulosis di Indonesia sekitar 528 ribu atau berada di posisi tiga di dunia setelah India dan Tiongkok. Sementara tahun 2009 peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TB sebesar 429 ribu orang.

Menurut penelitian Atmosukarto dari Litbang Kesehatan (2000), didapatkan data bahwa : 
  1. Rumah tangga yang penderitanya mempunyai kebiasaan tidur dengan balita mempunyai resiko 2,8 kali terkena tuberkulosis dibanding dengan yang tidur terpisah,
  2. Tingkat penularan tuberkulosis di lingkugan keluarga penderita cukup tinggi, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya; 
  3. Besar resiko terjadinya penularan untuk rumah tangga dengan penderita lebih dari 1 orang adalah 4 kali dibanding rumah tangga dengan hanya 1 orang penderita tuberkulosis. 
Manusia merupakan reservoar untuk penularan kuman Mycobacterium tuberculosa (Gibson, 1996; Tambajong, 2000; Atmosukarto, 2000). Kuman tuberkulosis menular melalui droplet nuclei. Seorang penderita tuberkulosis dapat menularkan pada 10-15 orang (Depkes RI, 2002). Menurut penelitian pusat ekologi kesehatan (1991), menunjukkan tingkat penularan tuberkulosis di lingkungan keluarga penderita cukup tinggi, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya. Di dalam rumah dengan ventilasi baik, kuman ini dapat hilang terbawa angin dan akan lebih baik lagi jika ventilasi ruangannya menggunakan pembersih udara yang bisa ”menangkap” kuman TB (Atmosukarto & Soeswati, 2000).

Tjandra Yoga yakin dengan terus menurunnya jumlah penderita Tuberkulosis, Indonesia akan berhasil mencapai tujuan pembangunan Millenium (MDGs) yang salah satunya memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya termasuk Tuberkulosis.

PATOGENESIS
A. TUBERKULOSIS PRIMER
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
  • Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya .
  • Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
  • Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan 
  • Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
    - Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau
    - Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.
B. TUBERKULOSIS PASCA-PRIMER
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15- 40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
  1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat
  2. Sarang tadi mula mula meluas, tetapi segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
  3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini : 
    • Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan diatas
    • Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.
    • Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).


Masalah Tuberkulosis di dunia 
  • Mycobacterium tuberkulosis telah menginfeksi sepertiga pendudiuk dunia.
  • Pada Tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC karena pada sebagian besar negara di dunia, penyakit TBC tidak terkendali, ini disebabkan banyaknya penderita yang tidah berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif).
  • Pada tahun 1995 diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru TBC dengan kematian 3 juta orang (WHO, Treatment of Tuberculosis, Guidelines of National Programme 1997) Di negara-negara berkembang, kematian TBC merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah Diperkirakan 95% penderita TBC berada di negara berkembang 75% penderita TBC adalah kelompok usia produktif (15- 50 tahun).
  • Munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia, diperkirakan penderita TBC akan meningkat.
  • Kematian wanita karena TBC lebih banyak daripada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas (WHO).
Masalah Tuberkulosis di Indonesia 
  • Penyakit TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat :Tahun 1995, hasil survei kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah Penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi.
  • Tahun 1999, WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TBC dengan kematian karena TBC sekitar 140.000 secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita Baru TBC paru BTA positif.
  • Penyakit TBC menyerang sebagian besar kelompok usia kerja belum dapat menjangkau seluruh Puskesmas. Demikian juga Rumah Sakit Pemerintah, Swasta dan unit pelayanan kesehatan lainnya.
  • Tahun 1995–1998 cakupan penderita TBC dengan strategi DOTS baru mencapai sekitar 10% dan error rate pemeriksaan laboratorium belum dihitung dengan baik meskipun cure rate lebih besar dari 85% .
  • Penatalaksanaan penderita dan sistim pencatatan pelaporan belum seragam disemua unit pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
  • Pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak lengkap dimasa lalu, diduga telah menimbulkan kekebalan ganda kuman TBC terhadap obat Anti–tuberkulosis (OAT) atau Multi Drug Resistance (MDR).
STRATEGI PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS
A. Paradigma Sehat
1. Meningkatkan penyuluhan untuk menemukan kontak sedini mungkin serta meningkatkan cakupan Program.
2. Promosi Kesehatan dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat.
3. Perbaikan perumahan serta peningkatan status gizi pada kondisi tertentu.

B. Strategi DOTS, sesuai rekomendasi WHO, terdiri atas 5 komponen
1. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana.
2. Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
3. Pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas menelan obat (PMO)
4. Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.
5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TBC.

C. Peningkatan mutu pelayanan
1. Pelatihan seluruh tenaga pelaksana.
2. Ketepatan diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik.
3. Kualitas laboratorium diawasi melalui pemeriksaan uji silang (cross check)
4. Untuk menjaga kualitas pemeriksaan laboratorium, dibentuklah KPP (kelompok Puskesmas Pelaksana) terdiri dari 1 (satu) PRM (Puskesmas Rujukan Mikroskopik) dan beberapa PS (Puskesmas Satelit) Untuk daerah dengan geografis sulit dapat dibentuk PPM (Puskesmas Pelaksana Mandiri).
5. Ketersediaan OAT bagi semua penderita TBC yang ditemukan.
6. Pengawasan kualitas OAT dilaksanakan secara berkala dan terus menerus.
7. Keteraturan menelan obat sehari-hari diawasi oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) keteraturan pengobatan tetap merupakan tanggung jawab petugas kesehatan.
8. Pencatatan dan pelaporan dilaksanakan dengan teratur, lengkap dan benar.

D. Pengembangan program dilakukan secara bertahap ke seluruh UPK.
E. Peningkatan kerjasama dengan semua pihak melalui kegiatan advokasi diseminasi informasi dengan memperhatikan peran masing-masing.
F. Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program meliputi : Perencanaan pelaksana monotoring dan evaluasi serta mengupayakan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana).
G. Kegiatan penelitian dan pengembangan dilaksanakan dengan melibatkan semua unsur terkait.
H. Memperhatikan komitmen internasional.

Sumber :
  1. Atmosukarto dan Sri Soewasti. 2000. Pengaruh Lingkungan Pemukiman dalam Penyebaran Tuberkulosis. Jakarta: Media Litbang Kesehatan, Vo. 9 (4),
  2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta
  3. Gibson, J.M. 1996. Mikrobiologi dan Patologi Modern untuk Perawat. Jakarta: EGC
  4. Girsang, M. 1999. Kesalahan-kesalahan dalam Pemeriksaan Sputum BTA pada Program Penanggulangan TB terhadap Beberapa Pemeriksaan dan Identifikasi Penyakit TBC. Jakarta: Media Litbang Kesehatan Vo. IX No. 3 tahun 1999.
  5. Lubis, P. 1989. Perumahan Sehat. Jakarta: Depkes RI
  6. Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta
  7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2002. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia
  8. Prihardi, D. 2002. Ancaman Masa Depan Anak Indonesia. Browsing at http//www.depkes.com on August 30, 2004.
  9. Supraptini, dkk. 1999. Pemeriksaan Bakteriologik Lingkungan Rumah Sakit Tuberculosa Pari Cisarua Bogor. Jakarta: Media litbang Kesehatan Vol. IX No.3 tahun 1999
  10. Tambajong, J. 2000. Mikrobiologi untuk Keperawatan. Jakarta: Widya Medika
  11. http://medicastore.com/penyakit/69/Tuberkulosis_TBC.html
  12. http://forum.ciremai.com/index.php?option=com_content&view=article&id=6:tuberkulosis&catid=7:keperawatan-medikal-bedah&Itemid=20
  13. http://www.maiwanews.com/berita/penderita-tuberkulosis-di-indonesia-capai-299-ribu-orang/




DEMAM TIFOID




Oleh : Anisa Nur Jannah
 
guna melengkapi tugas Mata Kuliah Dasar Pemberantasan Penyakit


Air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup. Namun air yang disediakan untuk keperluan sehari-hari, termasuk untuk keperluan MCK, juga dapat memberikan dampak yang merugikan bagi manusia beserta lingkungannya. Tentunya saja hal ini jika air yang diberikan tidak memenuhi syarat kualitas sanitasi dan higiene
yang dibutuhkan. Ketidakcukupan kualitas, Kuantitas, dan aksesibilitas, dapat membuka peluang munculnya penyakit bawaan air ini.
Pertama, dalam penyebaran penyakit menular, sumber-sumber air yang digunakan oleh pengungsi dapat menjadi penyebar mikroba patogen (true water borne diseases). Contoh penyakit yang ditimbulkan adalah diare, kolera, typus, dan parathypus.
Kedua, air dapat menjadi sarang insekta penyebar penyakit (water related vector bor-ne diseases). Contoh penyakit dari golongan ini adalah demam berdarah dan malaria.
Ketiga, air berperan sebagai sarang hospes sementara penyakit (water based borne diseases). Contoh dari golongan ini adalah dracontiasis dan schistomiasis ( keduanya penyakit yang disebabkan oleh cacing patogen).
Terakhir, akibat ketidakcukupan kuantitasnya, air dapat pula menyebabkan penyakit (water washed dise-ases).Contoh dari golongan ini adalah trachoma dan scabiesis penyakit yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei.  


 
Definisi
Penyakit Demam Tifoid (bahasa Inggris: Typhoid fever) yang biasa juga disebut typhus atau types dalam bahasa Indonesianya, merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi terutama menyerang bagian saluran pencernaan. Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang selalu ada di masyarakat (endemik) di Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa.
Menurut keterangan dr. Arlin Algerina, SpA, dari RS Internasional Bintaro, Di Indonesia, diperkirakan antara 800 - 100.000 orang terkena penyakit tifus atau demam tifoid sepanjang tahun. Demam ini terutama muncul di musim kemarau dan konon anak perempuan lebih sering terserang, peningkatan kasus saat ini terjadi pada usia dibawah 5 tahun.
            Menurut Ayu Bulan dan dr.Zulfito, deman tifoid/tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.

 Penyebab
 
Penyebab deman tifoid adalah bakteri Salmonella typhi.


Bakteri tifoid ditemukan di dalam tinja dan air kemih penderita. Penyebaran bakteri ke dalam makanan atau minuman bisa terjadi akibat pencucian tangan yang kurang bersih setelah buang air besar maupun setelah berkemih. Lalat bisa menyebarkan bakteri secara langsung dari tinja ke makanan.

Bakteri masuk ke dalam saluran pencernaan dan bisa masuk ke dalam peredaran darah. Hal ini akan diikuti oleh terjadinya peradangan pada usus halus dan usus besar. Pada kasus yang berat, yang bisa berakibat fatal, jaringan yang terkena bisa mengalami perdarahan dan perforasi (perlubangan).

Sekitar 3% penderita yang terinfeksi oleh Salmonella typhi dan belum mendapatkan pengobatan, di dalam tinjanya akan ditemukan bakteri ini selama lebih dari 1 tahun. Beberapa dari pembawa bakteri ini tidak menunjukkan gejala-gejala dari demam tifoid.
Etiologi
Bakteri-bakteri Salmonella (gram negatif bacillus dari
famili Enterobacteriaceae). Golongan primer adalah S. typhi, S. choleraesuis, S. enteritidis (>2000 serotipe). Secara praktis kita hanya perlu membedakan antara Salmonella typhoidal dan Salmonella non-typhoidal.
 
Typhii Salmonella adalah Gram negatif, memiliki flagela, tidak ada kapsul, tidak ada fakultatif anaerob pembentuk spora. Memiliki antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, antigen flagelar (H) yang terdiri dari protein dan antigen amplop (K) yang terdiri dari polisakarida. Salmonella typhi juga dapat memperoleh R-faktor plasmid terkait dengan resistensi terhadap beberapa antibiotik.   


Epidemiologi
  1. Salmonella non-tifoid
1. Hewan: Ayam, sapi, kerbau, binatang pemeliharaan (pets), binatang melata, melalui daging ayam/sapi, telor, susu. Sayursayur, obat-obat, alat-alat medis yang terkontaminasi air dari binatang.
2. Manusia: Feko-oral dan makanan/alat yang terkontaminasi.

  1. Salmonella tifoid
Hanya dari Manusiamelalui:
a. Jalur feko-oral
b. Jalur terkontaminasi dari manusia “aktif”
c. Pengidap / carrier kronis. (Baksil “tersembunyni” di empedu)

Beberapa hal yang mempengaruhi penyebaran demam tifoid di negara berkembang adalah kepadatan penduduk, sumber air minum, produksi pangan, strain resisten antibiotik, kesulitan menentukan identifikasi dan manajemen karir, keterlambatan membuat diagnosis patogenesis, virulensi yang pasti dan tidak belum sepenuhnya diketahui, dan tidak ada vaksin yang efektif yang aman dan murah.

Bakteri S. typhi dapat bertahan hidup dalam lingkungan kering dan beku, sensitif terhadap proses klorinasi dan pasteurisasi pada suhu 63ยบ C. Organisme ini dapat bertahan beberapa minggu di es, debu, sampah kering, dan pakaian, mampu bertahan hidup pada sampah untuk satu minggu dan dapat berkembang biak dalam susu, daging atau produk tanpa mengubah warna atau bentuk.

Manusia adalah satu-satunya sumber transmisi gas melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan penderita tifoid kronis atau karir. Transmisi kuman, terutama dengan cara menelan makanan atau air yang terkontaminasi dengan kotoran manusia. Transmisi kongenital terjadi dari seorang ibu yang mengalami bakteremia pada bayi dalam kandungan, atau terinfeksi saat lahir oleh seorang ibu yang karir tifoid dengan rute fekal oral.
 
Patogenesis
   
 
Jalur masuknya bakteri ke dalam tubuh
Infeksi diakuisisi oleh menelan makanan atau minuman tercemar dan juga dapat melalui kontak langsung dari jari yang terkontaminasi kotoran, air seni, sekresi pernafasan, atau dengan pasien yang terinfeksi nanah. Untuk dapat menimbulkan gejala klinis, dibutuhkan S. typhi dalam dosis 106-109. Pada tahap awal demam tifoid adalah gejala umum dari saluran pernapasan bagian atas. Ada kemungkinan bahwa beberapa kuman masuk ke dalam aliran darah melalui jaringan limfoid dalam tekak. Pada tahap awal pasien juga sering mengeluh sakit menelan. Lidah terdapat membran putih kotor tertutup dimana putih coklat yang merupakan hasil dari kematian sel epitel oleh bakteri S. typhi. Terdapat juga infeksi nasofaring melalui saluran tuba ke dalam telinga eustachi tengah dan ini bisa terjadi otitis media.
Di perut, organisme bertemu dengan pH asam dan rendah kuman hancur. Pengosongan lambung yang lambat merupakan pelindung fisiologis. Setelah melalui mikroorganisme penghalang asam lambung sampai ke usus kecil dan bertemu dengan dua mekanisme pertahanan tubuh, yaitu motilitas dan flora usus normal. Penurunan motilitas usus karena obat atau faktor anatomis meningkatkan derajat keparahan penyakit dan insiden komplikasi, serta memperpanjang keadaan karir konvalesens.

Inkubasi
 
Gastroenteritis: 6 – 72 jam
Demam Enterik (Tifoid): 3 – 60 hari (biasanya 7 – 14 h)
 
Gejala Demam Enterik atau Demam Tifoid
 
1. Masa Permulaan (~7 hari)
Febris makin naik
Lemah/ fatique (lebih berat dari penyakit febris lain)
Diare (enterocolitis) pd 10 – 20% (lebih pd anak)
Anoreksia
Bradikardi relatif (dibanding dgn takikardi febris tinggi)

2. Masa Inkubasi
Ruam “rose spot”
Pada 30% kulit “putih”. Biasanya terdapat lebih dari 5 bercak. Warna merah/orange. Makuko-papapular, diameter1 – 4 cm. Dan hilang setelah 5 hari.
 
3. Masa Penyakit: minggu ke2 mirip sindroma “influenza”
Febris makin tinggi (39° - 40°C) & lebih sinambungan
Bercucuran keringat / diaphoresis
Nyeri kepala frontal
Batuk kering
Anoreksia / mual
Perut kembung atau sakit (20 – 40%)
Lemah (mungkin juga dari paracetamol)
Konstipasi / sembelit (berhari-hari, pembesaran limpa Peyers, bukan karena “tidak makan”)
Hepatomegali (di RI lbh sering drpd hepato-splenomegali)

4. Masa Lanjuntan: minggu ke3
Makin buruk/toksik
Lemah serta myalgia
Febris tinggi & sinambungan
Abdomen makin kembung,
- Perdarahan usus
- Perforasi usus
Miokarditis: takipnea, rales paru
• Makin Apati, Lethargi, Delirium, Psikosis, Somnolen, Semikoma & Konvulsi
   
Komplikasi Demam Enterik/Tifoid 
Sebagian besar penderita mengalami penyembuhan sempurna, tetapi bisa terjadi komplikasi, terutama pada penderita yang tidak diobati atau bila pengobatannya terlambat:

1. Perforasi usus (setinggi 12%) atau Perdarahan Usus (4%):
Tiba-tiba kembung, perut sakit/nyeri, nadi lemah & cepat, pucat, kulit dingin lembab (tanda tekanan darah turun sampai syok). Lebih sering terjadi pada pasien malnutrisi
2. Diseminated Intravascular Coagulation (DIC)
sering terjadi pada pasien demam enterik, namun tidak bergejala. Dulu Heparin disarankan untuk mengatasi DIC.
3. Miokarditis toxik (1 – 5%): takikardi, nadi & suara jantung lemah, syok, kelainan pada EKG. Bisa fatal.
 
Diagnosa
 Untuk ke akuratan dalam penegakan diagnosa penyakit, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan laboratorium diantaranya pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan Widal dan biakan empedu.
  • Pemeriksaan darah tepi merupakan pemeriksaan sederhana yang mudah dilakukan di laboratorium sederhana untuk membuat diagnosa cepat. Akan ada gambaran jumlah darah putih yang berkurang (lekopenia), jumlah limfosis yang meningkat dan eosinofilia.
  • Pemeriksaan Widal adalah pemeriksaan darah untuk menemukan zat anti terhadap kuman tifus. Widal positif kalau titer O 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan progresif.
  • Diagnosa demam Tifoid pasti positif bila dilakukan biakan empedu dengan ditemukannya kuman Salmonella typhosa dalam darah waktu minggu pertama dan kemudian sering ditemukan dalam urine dan faeces.
     
    Sampel darah yang positif dibuat untuk menegakkan diagnosa pasti. Sample urine dan faeces dua kali berturut-turut digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah benar-benar sembuh dan bukan pembawa kuman (carrier).

    Sedangkan untuk memastikan apakah penyakit yang diderita pasien adalah penyakit lain maka perlu ada diagnosa banding. Bila terdapat demam lebih dari lima hari, dokter akan memikirkan kemungkinan selain demam tifoid yaitu penyakit infeksi lain seperti Paratifoid A, B dan C, demam berdarah (Dengue fever), influenza, malaria, TBC (Tuberculosis), dan infeksi paru (Pneumonia).
     

    Perawatan dan Pengobatan Penyakit Demam Tifoid
     
    Perawatan dan pengobatan terhadap penderita penyakit demam Tifoid atau types bertujuan menghentikan invasi kuman, memperpendek perjalanan penyakit, mencegah terjadinya komplikasi, serta mencegah agar tak kambuh kembali. Pengobatan penyakit tifus dilakukan dengan jalan mengisolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian, faeces dan urine untuk mencegah penularan. Pasien harus berbaring di tempat tidur selama tiga hari hingga panas turun, kemudian baru boleh duduk, berdiri dan berjalan.

    Selain obat-obatan yang diberikan untuk mengurangi gejala yang timbul seperti demam dan rasa pusing (Paracetamol), Untuk anak dengan demam tifoid maka pilihan antibiotika yang utama adalah kloramfenikol selama 10 hari dan diharapkan terjadi pemberantasan/eradikasi kuman serta waktu perawatan dipersingkat. Namun beberapa dokter ada yang memilih obat antibiotika lain seperti ampicillin, trimethoprim-sulfamethoxazole, kotrimoksazol, sefalosporin, dan ciprofloxacin sesuai kondisi pasien. Demam berlebihan menyebabkan penderita harus dirawat dan diberikan cairan Infus.


    Diet Penyakit Demam Tifoid
     
    Penderita penyakit demam Tifoid selama menjalani perawatan haruslah mengikuti petunjuk diet yang dianjurkan oleh dokter untuk di konsumsi, antara lain :
    • Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein.
    • Tidak mengandung banyak serat.
    • Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.
    • Makanan lunak diberikan selama istirahat.
    Untuk kembali ke makanan "normal", lakukan secara bertahap bersamaan dengan mobilisasi. Misalnya hari pertama dan kedua makanan lunak, hari ke-3 makanan biasa, dan seterusnya.
     

    Pencegahan
    Pencegahan demam tifoid harus dimulai dari higiene perorangan dan lingkungan, misalnya mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, sesudah buang air, tidak BAB dan BAK sembarangan, membuang sampah pada tempatnya, menutup hidangan makanan sehingga terhindar dari lalat, mencuci lalapan atau buah-buahan segar secara bersih.

    Saat ini vaksinasi demam tifoid tersedia 2 pilihan, yaitu vaksin hidup yang dilemahkan (Ty21A) dan vaksin polisakarida Vi. Vaksinasi ini ditekankan pemberiannya bagi kita yang tinggal di daerah endemik ataupun bagi turis yang akan masuk ke daerah endemik.

    Vaksin-vaksin tifoid ini hanya memberikan perlindungan atas infeksi Salmonella typhi tidak pada bakteri lainnya. Namun, meskipun kita sudah diberi vaksin ini, tidak sepenuhnya terbentuk perlindungan terhadap penyakit demam tifoid. Kita masih tetap harus menghindari sumber infeksi, karenadaya lindung vaksin tifoid hanya sekitar 50% - 70%.


    Daftar Pustaka 
    Bulan Febry, Ayu dan Mahendra,Zulfito. 2010. Smart Parents Pandai Mengatur Menu & Tanggap Saat Anak Sakit. Jakarta Selatan: Gagasmedia
    Kenneth C. Hinton, MD, FAAP. Demam Tifoid dan lnfeksi Lain dari Bakteri Salmonella
    Suharjo, J.B, dkk. 2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi. Yogyakarta: Kanisius

    Mahasiswi FKM Universitas Diponegoro

    Kamis, 16 Desember 2010

    Kejadian Luar Biasa (KLB)

    Kejadian Luar Biasa (KLB)

    Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu (Depkes, 2000).

    Peristiwa bertambahnya penderita atau kematian yang disebabkan oleh suatu penyakit di wilayah tertentu, kadang-kadang dapat merupakan kejadian yang mengejutkan dan membuat panik masyarakat di wilayah tersebut. Secara umum kejadian ini kita sebut sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), sedangkan yang dimaksud dengan penyakit adalah semua penyakit menular yang dapat menimbulkan KLB, penyakit yang disebabkan oleh keracunan makanan dan keracunan lainnya. Penderita atau tersangka penderita penyakit yang dapat menimbulkan KLB dapat diketahui dengan melakukan pengamatan yang dilakukan secara teratur, teliti dan terus-menerus, meliputi pengumpulan, pengolahan, analisa/interpretasi, penyajian data dan pelaporan. Jika hasil pengamatan menunjukkan adanya tersangka KLB, maka perlu dilakukan penyelidikan epidemiologis yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk mengenal sifat-sifat penyebab dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya dan penyebarluasan KLB tersebut di samping tindakan penanggulangan seperlunya.

    Hasil penyelidikan epidemiologis mengarahkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam upaya penanggulangan KLB. Upaya penanggulangan ini meliputi pencegahan penyebaran KLB, termasuk pengawasan usaha pencegahan tersebut dan pemberantasan penyakitnya. Upaya penanggulangan KLB yang direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait secara terkoordinasi dapat menghentikan atau membatasi penyebarluasan KLB sehingga tidak berkembang menjadi suatu wabah.

    Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga menyebutkan bahwa wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat, yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.

    Dalam rangka mengantisipasi wabah secara dini, dikembangkan istilah kejadian luar biasa (KLB) sebagai pemantauan lebih dini terhadap kejadian wabah. Tetapi kelemahan dari sistem ini adalah penentuan penyakit didasarkan atas hasil pemeriksaan klinik laboratorium sehingga seringkali KLB terlambat diantisipasi  

    Suatu penyakit atau keracunan dapat dikatakan KLB apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
    1. Timbulnya suatu penyakit/penyakit menular yang baru atau sebelumnya tidak ada/tidak dikenal.
    2. meningkatnya kejadian penyakit/kematian secara terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam,hari,minggu,bulan,tahun).
    3. meningkatnya kejadian penyakit/kematian dua kali lebih dibandingkan periode sebelumnya.
    4. angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.
    5. jumlah penderita baru meningkat dua kali lipat atau lebih dalam satu bulan bila dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.
    6. Case Fatality Rate (CFR) dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.
    7. Propotional rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu atau tahun sebelumnya.
    8. Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita :
      a) Keracunan makanan
      b) Keracunan pestisida
    9. Beberapa penyakit khusus, seperti kolera, DHF/DSS :
      • Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis).
      • Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.


    Ada banyak kalimat untuk mendefinisikan apa itu herd immunity ?
    • herd immunity adalah perlawanan suatu kelompok untuk menyerang suatu penyakit, dimana sebagian dari mereka telah kebal terhadap penyakit tersebut.
    • herd immunity ialah perlawanan terhadap penyebaran penyakit menular di kelompok rentan karena anggota sedikit, membuat transmisi dari seorang anggota tidak mungkin terinfeksi.
    • herd immunity juga dapat diartikan sebagai status kekebalan populasi, yang ditentukan oleh rasio resistensi terhadap anggota rentan dan distribusinya.
    jadi, dapat disimpulkan bahwa herd immunity adalah tingkat resistensi suatu kawanan yang cukup untuk mencegah masuknya penyakit tertentu ke dalam atau penyebarannya.
    Resistensi ini mungkin bawaan, genetis berbasis perlawanan, atau diperoleh sebagai hasil dari paparan sebelumnya kepada agen tertentu atau dari vaksinasi. Penggunaan umum istilah tersebut berhubungan dengan pencegahan penyebaran infeksi pada tingkat epidemi. 



    Kejadian Luar Biasa (KLB) dapat dicegah atau ditanggulangi dengan beberapa kegiatan penanggulangan wabah sebagai berikut :

    1.  Menetapkan terjangkitnya keadaan wabah
    Disini yang harus dilakukan adalah mengumpulkan data, menganalisis, lalu menyimpulkannya

    2. Melaksanakan penanganan wabah
    a. tindakan terhadap kasus
    • Pemeriksaan fisik
    • Pengambilan sediaan untuk pemeriksaan laboratorium (darah, tinja, contoh makanan)
    • Diagnose
    • Terapi
    • Isolasi
    b. tindakan terhadap masyarakat
    • Tindakan health promotion
    • Tindakan specific protection
    • Pencarian kasus : cara telusur ke belakang (backward tracing) dan cara telusur ke depan (forward tracing)
    c. tindakan terhadap lingkungan
    • Lingkungan fisik
    - Tindakan terhadap lingkungan fisik yang masih baik
    - Tindakan terhadap lingkungan fisik yang telah tercemar
    - Tindakan terhadap lingkungan fisik yang dipakai sebagai sarang vektor
    • Lingkungan biologik
    - Tindakan terhadap binatang yang sehat
    - Tindakan terhadap binatang yang sakit
    - Tindakan terhadap vektor

    3. menetapkan berakhirnya keadaan wabah

    4. pelaporan wabah yang meliputi hasil dari ketiga kegiatan di atas


    Kegiatan di atas fungsinya adalah :
    • untuk perencanaan-perencanaan program
    • pelaksanaan rencana penanggulangan wabah itu sendiri
    • sebagai referensi penanganan wabah bila terjadi hal yang sama di kemudian hari

    Jumat, 12 November 2010

    PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI TERHADAP BEBERAPA PENYAKIT

    Penyelidikan epidemiologi ialah penyelidikan untuk mendapatkan gambaran klinis dan gambaran kasus, mendapatkan besaran masalah yang sesungguhnya dan mendapatkan factor risiko mengenai masalah kesehatan (penyakit) secara menyeluruh.

    Informasi yang dibutuhkan dalam Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan aktivitas PE selalu berbeda untuk tiap penyakit. PE meliputi kegiatan – kegiatan investigasi masalah, mengumpulkan informasi, menganalisis masalah tersebut, lalu menyimpulkannya. PE ini melakukan penyelidikan atau survey ke daerah/wilayah dalam situasi endemic maupun epidemic, penyakit infeksi maupun kronis, dan juga kondisi kesehatan lainnya.

    Yang penting untuk diketahui dalam penyelidikan epidemiologi adalah sebagai berikut :
    1. Konsep terjadinya penyakit
    2. Natural history of disease
    3. Dinamika/mekanisme penularan
    4. Aspek lingkungan
    5. Aspek administrasi dan manajerial

    Di sini, saya akan memberi beberapa penjelasan penyelidikan epidemiologi terhadap beberapa penyakit, yaitu malaria, TB paru, campak, kematian ibu, dan kematian bayi.



    MALARIA

    Penyakit malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (plasmodium) yang ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles). Secara epidemiologi penyakit malaria dapat menyerang orang baik laki-laki maupun perempuan, pada semua golongan umur, dari bayi sampai orang dewasa.

    Hampir separuh populasi Indonesia, sebanyak lebih dari 90 juta orang, tinggal di daerah endemik malaria. Diperkirakan ada 30 juta kasus malaria setiap tahunnya, kurang lebih hanya 10 persennya saja yang mendapat pengobatan di fasilitas kesehatan. Beban terbesar dari penyakit malaria ini ada di provinsi-provinsi bagian timur Indonesia di mana malaria merupakan penyakit endemik. Kebanyakan daerah-daerah pedesaan di luar Jawa- Bali juga merupakan daerah risiko malaria. Di Jawa Tengah dan Jawa Barat, malaria merupakan penyakit yang muncul kembali (re-emerging diseases). Menurut data dari fasilitas kesehatan pada 2001, diperkirakan prevalensi malaria adalah 850,2 per 100.000 penduduk dengan angka yang tertinggi 20 persen di Gorontalo, 13 persen di NTT dan 10 persen di Papua. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 memperkirakan angka kematian spesifik akibat malaria di Indonesia adalah 11 per 100.000 untuk laki-laki dan 8 per 100.000 untuk perempuan.


    Penyelidikan epidemiologi penyakit malaria yaitu :
    1. Mencari dan mendata jumlah penderita malaria
    2. Memeriksa jentik-jentik nyamuk Anopheles di setiap rumah masyarakat yang beresiko malaria
    3. Mengamati dan memeriksa tempat-tempat umum yang sekiranya sebagai tempat penularan malaria


    Tindak lanjut hasil PE malaria :
    1. Bila ditemukan penderita malaria, jentik nyamuk Anopheles maupun penderita yang merasakan gejala-gejala malaria lebih dari 3 orang, maka yang harus dilakukan :
    • Melakukan penyuluhan 3 M
    • Pembagian abate gratis
    • Memasang kawat kasa pada ventilasi
    • Gotong royong membersihkan lingkungan
    • Pemberian obat anti malaria, seperti kina intra vena (injeksi),
    • Melakukan program kelambu dengan insektisida
    • Penyemprotan
    • Pengawasan deteksi aktif dan pasif
    • Larvaciding
    2. Bila tidak ditemukan → lakukan penyuluhan 3 M dan penyuluhan mengenai penyakit malaria serta pencegahannya.


    Cara Pencegahan Penyakit malaria
    Sebagai referensi saya membagi 3 cara pencegahan efektif penyakit malaria ini :
    • Menghindari gigitan nyamuk, Tidur memakai kelambu, menggunakan obat nyamuk, memakai obat oles anti nyamuk, pasang kawat kasa pada ventilasi, menjauhkan kandang ternak dari rumah, kurangi berada di luar rumah pada malam hari.
    • Pengobatan pencegahan, 2 hari sebelum berangkat ke daerah malaria, minum obat doksisilin 1 x 1 kapsul/ hari sampai 2 minggu setelah keluar dari lokasi endemis malaria.
    • Membersihkan lingkungan, Menimbun genangan air, membersihkan lumut, gotong royong membersihkan lingkungan sekitar, mencegahnya dengan kentongan.
    • Menebar kan pemakan jentik, Menekan kepadatan nyamuk dengan menebarkan ikan pemakan jentik. Seperti ikan kepala timah, nila merah, gupi, mujair dll.

    Upaya pencegahan difokuskan untuk meminimalkan jumlah kontak manusia dengan nyamuk melalui pemakaian kelambu (bed nets) dan penyemprotan rumah. Manajemen lingkungan dan pembasmian jentik-jentik nyamuk dapat dipakai dalam lingkungan ekologi tertentu, tergantung spesies vektor. Pemakaian kelambu yang direndam insektisida merupakan cara efektif untuk mencegah malaria, terutama untuk kelompok yang paling rawan, yaitu ibu hamil dan anak di bawah lima tahun. Secara nasional, hanya satu dari tiap tiga anak di bawah lima tahun yang tidurnya menggunakan kelambu (32,0 persen), proporsi yang lebih tinggi, yaitu 40,1 persen untuk bayi di bawah umur satu tahun.13 Kira-kira 0,2 persen anak tidur dalam kelambu yang direndam dengan insektisida. Salah satu hambatan pemakaian dari kelambu secara massal adalah masalah ketidakmampuan keluarga miskin untuk membeli kelambu.


    CAMPAK

    Campak (rubeola) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penularan infeksi terjadi karena menghirup percikan ludah penderita campak. Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan selama ruam kulit ada.

    Campak merupakan penyakit akut yang mudah sekali menular dan sering terjadi komplikasi yang serius. Hampir semua anak di bawah 5 tahun di negara berkembang akan terserang penyakit ini, sedangkan di negara maju biasanya menyerang anak usia remaja atau dewasa muda yang tidak terlindung oleh imunisasi.

    Campak hanya akan menulari sekali dalam seumur hidup. Bisa terjadi pada anak-anak yang masih kecil maupun yang sudah besar. Bila daya tahan tubuh kuat, bisa saja anak tidak terkena campak sama sekali.

    Penyelidikan epidemiologi penyakit campak, yaitu :
    1. Mencari dan mendata jumlah penderita campak di suatu wilayah X
    2. Mengamati dan memeriksa tempat yang diperkirakan sebagai tempat penularan atau habitat dari virus campak atau morbili.
    3. Mencari faktor risiko dari penyakit campak.

    Tindak lanjut hasil PE campak :
    a. Bila ditemukan penderita positif campak atau penderita yang mengalami gejala-gejala campak (nyeri tenggorokan, hidung meler, batuk, nyeri otot, demam, mata merah, fotofobia, rum/kemerahan di kulit, dll) lebih dari 3 orang, maka melakukan :
    • Penyuluhan mengenai penyakit campak, pencegahan dan pengobatannya.
    • Mengisolasi penderita campak agar tidak menulari orang lain yang ada di sekitarnya.
    b. Bila tidak ditemukan :
    • Memberikan penyuluhan mengenai semua hal tentang campak
    • Memberikan vaksin kepada orang-orang yang beresiko

    Pencegahan
    Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak Jerman (vaksin MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot paha atau lengan atas. Jika hanya mengandung campak, vaksin diberikan pada umur 9 bulan. Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun.


    TUBERKULOSIS PARU
     Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan Masyarakat. Di Indonesia maupun diberbagai belahan dunia, Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit menular yang kejadiannya paling tinggi dijumpai di India sebanyak 1.5 juta orang, urutan kedua dijumpai di Cina yang mencapai 2 juta orang dan Indonesia menduduki urutan ketiga dengan penderita 583.000 orang.
    Penyakit tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang menyerang paru-paru, penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis. Mikro bakteria adalah bakteri aerob, berbentuk batang, yang tidak membentuk spora. Walaupun tidak mudah diwarnai, jika telah diwarnai bakteri ini tahan terhadap peluntur warna (dekolarisasi) asam atau alkohol, oleh karena itu dinamakan bakteri tahan asam atau basil tahan asam.
    Mycobacterium Tuberkulosis dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam keadaan dingin, atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es. lni dapat terjadi apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Pada sifat dormant ini kuman tuberkulosis suatu saat dimana keadaan kemungkinkan untuk dia berkembang, kuman ini dapat bangkit kembali.

    Penyelidikan epidemiologi terhadap penyakit TB Paru :
    1.       Mencari dan mendata jumlah penderita TB paru di wilayah yang terserang wabah TB paru.
    2.       Mencari informasi mengenai sumber penyebab TB paru di wilayah tersebut.
    3.       Mencari faktor resiko dari TB paru.
    4.       Mengamati dan memeriksa tempat/habitat Mycobacterium tuberkulosis.

    Tindak lanjut hasil PE penyakit TB paru :
    1.       Bila ditemukan penderita TB paru, mycobacterium tuberculosis, atau pun penderita yang mengalami gejala-gejala TB paru (batuk berdahak dan bisa mengeluarkan darah selama lebih dari dua minggu, dada terasa sakit atau nyeri, sesak nafas), maka lakukan :
    ·         Penyuluhan segala hal tentang TB paru, baik pencegahan, bahaya maupun pengobatannya.
    ·         Isolasi, pemeriksaan kepada orang–orang yang terinfeksi, pengobatan khusus TBC.
    ·         Imunisasi orang–orang yang kontak langsung dengan penderita TB paru.
    ·         Penyelidikan orang–orang yang kontak langsung dengan penderita TB paru.
    ·         Pengobatan khusus terhadap penderita TB paru aktif.
    ·         Desinfeksi
    2.       Bila tidak ditemukan → lakukan penyuluhan terhadap masyarakat mengenai penyakit Tuberkulosis paru secara berkala, sehingga penyakit ini dapat dicegah.

    Tindakan Pencegahan.
    1. Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.
    2. Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan pnderita, kontak atau suspect gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita, kontak, suspect, perawatan.
    3. Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan.
    4. BCG, vaksinasi diberikan pertama-tama kepada bayi dengan perlindungan bagi ibunya dan keluarganya. Diulang 5 tahun kemudian pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan.
    5. Memberantas penyakit TBC pada pemerah air susu dan tukang potong sapi dan pasteurisasi air susu sapi .
    6. Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup udara yang tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen dan sebagainya.
    7. Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala TBC paru.
    8. Pemeriksaan screening dengan tuberculin test pada kelompok beresiko tinggi, seperti para emigrant, orang–orang kontak dengan penderita, petugas dirumah sakit, petugas/guru disekolah, petugas foto rontgen.
    9. Pemeriksaan foto rontgen pada orang–orang yang positif dari hasil pemeriksaan tuberculin test.

    Pengobatan Penderita Tuberkulosis
    1) Penderita yang dalam dahaknya mengandung kuman dianjurkan untuk menjalani pengobatan di puskesmas.
    2) Petugas dapat memberikan pengobatan jangka pendek di rumah bagi penderita secara darurat atau karena jarak tempat tinggal penderita dengan puskesmas cukup jauh untuk bisa berobat secara teratur.
    3) Melaporkan adanya gejala sampingan yang terjadi, bila perlu penderita dibawa kepuskesmas. 



    KEMATIAN IBU
    Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh dll (Budi, Utomo. 1985).
    Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup.
    Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu. Dari hasil survei yang dilakukan AKI telah menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus.

    Penyelidikan epidemiologi terhadap kematian ibu :
    1.       Mendata jumlah kematian ibu di suatu wilayah.
    2.       Mencari informasi tentang penyebab kematian ibu di wilayah tersebut.
    3.       Mengamati gaya hidup dan kesehatan lingkungan sekitar tempat tinggal.

    Tindak lanjut hasil PE terhadap kematian ibu :
    1.       Bila ditemukan jumlah kematian ibu yang lebih dari 5 orang atau ibu yang mengalami gangguan kehamilan yang beresiko terhadap kematian, maka dilakukan :
    ·         Penyuluhan mengenai kematian ibu, baik penyebab, dampak dan pencegahannya.
    ·         Peningkatan pemberdayaan perempuan
    ·         Penutupan tempat-tempat aborsi
    ·         Pengobatan eklamsia dan infeksi terhadap ibu hamil
    ·         Imunisasi Tetanus Toksoid kepada ibu hamil
    2.       Bila tidak ditemukan → lakukan penyuluhan tentang angka kematian ibu di wilayah yang berpotensi tinggi terhadap angka kematian ibu secara berkala.

    Pencegahan kematian ibu
    Departemen Kesehatan menganjurkan agar ibu mendapat dua kali imunisasi tetanus toksoid (TT) selama kehamilan pertama. Imunisasi ulang diberikan satu kali pada setiap kehamilan berikutnya untuk memlihara perlindungan penuh. Kebijakan lain imunisasi TT juga diberikan kepada calon pengantin wanita, sehigga setiap kehamilan yang terjadi dalam tiga tahun sejak pernikahan akan dilindungi terhadap penyakit tetanus. (Depkes, 2000).

    KEMATIAN BAYI / LAHIR MATI
    Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi  lahir sampai bayi belum berusia  tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen.
    Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal, adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan.
    Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.

    Penyelidikan epidemiologi terhadap kematian bayi :
    1.       Mendata jumlah kematian bayi di suatu wilayah.
    2.       Mencari informasi tentang penyebab kematian bayi di wilayah tersebut.

    Tindak lanjut hasil PE kematian bayi :
    1.       Bila ditemukan jumlah kematian bayi atau jumlah bayi yang beresiko terhadap kematian lebih dari 3 bayi, maka dilakukan :
    ·         Penyuluhan mengenai kematian bayi, mulai dari cara pencegahan hingga cara pengobatannya
    ·         Imunisasi
    ·         Perbaikan kesehatan lingkungan termasuk air bersih dan sanitasi
    ·         Pemenuhan gizi yang cukup
    ·         Pengendalian penyakit menular, terutama pada bayi
    2.       Bila tidak ditemukan, maka dilakukan :
    ·         Penyuluhan tentang kematian bayi kepada masyarakat secara berkala
    ·         Peningkatan perilaku masyarakat dan keluarga yang dapat menjamin kehamilan, kelahiran, dan perawatan bayi baru lahir yang lebih sehat

    Upaya pencegahan kematian bayi
    Adalah penting untuk anda mendapat penjagaan kehamilan selama mengandung. Sekiranya anda berisiko tinggi seperti mengalami darah tinggi dan atau kencing manis, pemantauan akan menjadi lebih mendalam dan kerap dari biasa.Strategi dan usaha untuk mendukung upaya penurunan kematian bayi dan balita antara lain adalah meningkatkan kebersihan (hygiene) dan sanitasi di tingkat individu, keluarga, dan masyarakat melalui penyediaan air bersih, meningkatkan perilaku hidup sehat, serta kepedulian terhadap kelangsungan dan perkembangan dini anak; pemberantasan penyakit menular, meningkatkan cakupan imunisasi dan, meningkatkan pelayanan kesehatan reproduksi termasuk pelayanan kontrasepsi dan ibu, menanggulangi gizi buruk, kurang energi kronik dan anemi, serta promosi pemberian ASI ekslusif dan pemantauan pertumbuhan.